


Pagi itu, mentari bersinar cerah seolah turut merayakan momen istimewa yang akan terjadi di Pemo. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut membawa harapan dan sukacita umat yang telah lama menantikan kedatangan Yang Mulia Uskup Agung Ende. Dari anak-anak hingga orang tua, semua telah bersiap menyambut sang gembala dengan penuh antusiasme.
Sejak pagi buta, umat Kuasi Paroki St. Yohanes Maria Vianney Pemo telah memadati halaman gereja. Wajah-wajah penuh kegembiraan tampak di antara mereka, mengenakan pakaian adat yang indah dan penuh makna. Pengurus Dewan Pastoral Paroki (DPP), para pemuda, kaum ibu, serta anak-anak sekolah berbaris rapi, bersiap memberikan penghormatan kepada pemimpin rohani mereka.
Tepat pukul 08.14 WITA, suara kendaraan yang membawa Yang Mulia Uskup Agung terdengar mendekat. Seketika suasana menjadi semakin semarak. Sorak sorai umat menggema, tanda sukacita yang meluap dari hati mereka. Pastor Kuasi, bersama pengurus DPP, segera maju untuk menyambut beliau dengan penuh hormat.
Momen yang paling dinanti pun tiba. Begitu kaki Yang Mulia Uskup Agung Ende menginjak tanah Pemo, sekumpulan penari dengan gagah berani melangkah ke depan. Mereka mempersembahkan Tarian Adat Woge, tarian perang yang melambangkan keberanian, kehormatan, serta penghormatan tertinggi bagi tamu agung. Gendang dan gong dipukul bertalu-talu, menciptakan irama yang membangkitkan semangat dan rasa kebersamaan di antara umat.


Senyum bahagia terpancar dari wajah sang Uskup. Beliau melambaikan tangan kepada umat yang telah berdiri di sepanjang jalan masuk gereja. Para ibu menari dengan penuh sukacita, anak-anak melompat girang, dan kaum muda berseru dengan semangat. Ada yang menitikkan air mata haru, karena bagi mereka, kedatangan sang gembala adalah berkat besar yang akan dikenang sepanjang masa.
Setelah prosesi penyambutan, Yang Mulia Uskup Agung dipersilakan menuju gereja untuk perayaan ekaristi. Di dalam hati setiap umat, tersimpan rasa syukur yang mendalam. Hari itu bukan sekadar kunjungan biasa, tetapi momen yang mempererat tali kasih antara gembala dan domba-dombanya. Suatu peristiwa yang akan terus dikenang, sebagai hari penuh sukacita, hari ketika Umat Kuasi Pemo menyambut gembala mereka dengan cinta yang tulus dan sukacita yang melimpah.
Rasa sukacita bersama terus berlanjut di ruang pastoral. Semua petugas yang menanggung liturgi sudah siap sedia. Semua umat menatap penuh harapan kepada sang gembala, ingin berjabatan tangan dengannya. Dengan penuh kehangatan, sang gembala menyapa umat satu per satu dan menjabat tangan mereka dalam eratnya kasih persaudaraan. Uskup menjunjung tinggi kasih persaudaraan, karena itu umat se-Kuasi Paroki diajak untuk saling berbagi kasih persaudaraan sebagai wujud iman yang hidup.*** Jhuan Mari



